Cinta itu terkadang tidak seperti
apa yang kita bayangkan. Tak semuanya cinta itu akan berjalan dengan indah.
Memang, cinta itu tak harus memiliki. Tetapi kita akan merasakan sakit ketika
kita tahu kalau orang yang kita cintai itu tidak memiliki perasaan yang sama.
Cinta itu bagaikan sebuah jalanan yang terjal dan tidak semulus seperti
yang kita inginkan. Cinta itu sangatlah
berliku – liku dan terkadang kita harus menerima kenyataan yang pahit di saat
apa yang kita inginkan berjalan tak sesuai yang kita harapkan pula.
Banyak orang yang mengatakan,
benci itu bisa menjadi cinta. Kejadian tersebut memang sering terjadi di dunia
ini. Bahkan ketika kita sedang benci setengah mati, semakin lama rasa benci itu
akan hilang dan kita akan mulai rindu kepada orang yang kita benci dan
merasakan apa itu yang namanya benci jadi cinta.
Sudah dua tahun ini aku menunggu
seseorang yang sangat aku cintai yang dulunya adalah orang yang paling aku
benci. Entah kenapa, ketika dia mulai pergi dan tidak pernah menampilkan batang
hidungnya, setiap malam bahkan setiap hari aku merindukannya. Sebut saja
namanya Riski. Sudah lama aku menunggunya, tetapi orang itu tetap polos dan
diam seperti biasanya. Aku menjadi mudah menyesal dan putus asa karena apakah
dia juga merasakan hal yang sama denganku.
Matahari mulai terbit. Kubuka
mataku perlahan dan mulai melihat jam dinding yang berada tepat di tembok
kamarku. Waktu sudah menunjukkan pukul enam pagi. Dengan segera aku beranjak
dari tempat tidurku dan mengambil seragam putih biru kemudian mandi. Kubuka
shower dengan cepatnya air turun sepeti derasnya air hujan.
***
Ketika aku turun dari tangga
tiba-tiba mamah ku memanggilku untuk segera makan. “Shilla, ayo buruan makan!
Nanti telat!” Ucap mamahku dengan sedikit galak. Mamah ku memang terkenal galak
dan disiplin. Sikap galak itulah yang ia harapkan agar anak-anaknya dapat
menjadi apa anak-anaknya inginkan dan dapat meraih cita-cita yang mereka
inginkan. Aku memang bukan anak semata wayang, aku memiliki satu kakak
laki-laki.
“Iya mah, bentar lagi turun.”
Ucapku dengan nada polos. Kemudian aku turun dari tangga dan segera pergi
menuju ke ruang makan yang letaknya tak jauh dari dapur. Aku mengambil dua
lembar roti dan mengoleskan selai kacang pada salah satu roti tersebut. Aku
makan tepat di kursi sebelah kakakku. “Pagi adik manis.” Panggil kak Indra yang
tak lain dia adalah kakak laki-laki ku dengan muka manja. “Iya.” Jawabku sambil
terus memakan roti. “Kok cuek banget sih??” Tanya kakakku dengan heran yang
menjadi-jadi. “Emang kenapa? Masalah?” Jawabku yang akhirnya membuat wajahku
yang terlihat kaku. Kakak laki-lakiku kak Indra menjadi tertawa geli dan
meledekku kalau wajahku semakin cantik jika sedang kesal seperti anak kelas
satu SD.
Papaku yang memakai kemeja putih dan celana jeans
hitam sudah menungguku dan kakakku di depan rumah untuk mengantarkan kami ke
sekolah. Selesai makan, kami pun berdiri dari kursi dan kemudian aku dan
kakakku memeluk dan mencium tangan mamah secara bergantian. “Aku berangkat dulu
ya mah.” Ucapku kemudian mengambil tas bergambar bendera England dan pergi
menuju ke depan rumah tepatnya ke mobil yang dari tadi sudah ditunggu papah.
***
Pagi ini terlihat begitu cerah,
lebih cerah daripada hari-hari sebelumnya. Aku berjalan dari gerbang sekolah
menuju kelas dengan penuh harapan. Berharap semoga orang yang aku suka, Riski
hari ini sehat dan dapat berangkat sekolah seperti biasanya. Meskipun sudah
satu bulan ini kami tidak pernah saling menyapa, dan itu yang membuatku
khawatir tentang keadaan Riski yang sebenarnya. Apakah Riski sudah punya pacar?
Kata-kata itu muncul seketika di dalam hatiku. Aku merasa ingin menangis ketika
mendengar kata-kata itu seperti tak rela jika Riski sudah memiliki kekasih lain
selain aku.
“Hai Riski~” Sapaku dengan wajah
ceria dan melambaikan tangan kanan setinggi-tingginya berharap agar Riski
mengetahui siapa yang menyapanya pagi ini.
“Iya, pagi Shilla.” Jawabnya
dengan nada polos yang kemudian melanjutkan perjalanannya menuju ke parkiran
sepeda untuk memakirkan sepeda putih birunya itu.
***
“Pagi Shilla~” sapa Dinda, teman
satu bangku yang sekaligus menjadi sahabat yang selalu setia dan menerimaku apa
adanya.
“Pagi juga Dinda~ pagi-pagi kaya’ gini kok sudah seneng aja.
Ada apaan sih?” tanyaku dengan nada setengah heran dengan sikapnya yang berbeda
dengan hari-hari sebelumnya.
“Apakah kau tidak tahu? Ini hari
ulang tahunmu!” Jawab Dinda dengan nada semakin ceria dan merangkulku. “Selamat
ulang tahun, Shilla sayang.” Kemudian mengantarku untuk menuju ke tempat
dudukku di baris ke dua dekat meja guru kelas.
“Makasih ya Dinda sayang, kamu
memang sahabat yang terbaik yang aku miliki.” Ucapku dengan wajah malu yang
memerah.
“Iya.” Jawabnya yang kemudian
memelukku. “Nih ada kado buat kamu.” Ucap Dinda dengan menunjjukkan kado yang
ada di tangannya yang kemudian aku terima dan membuka kado tersebut. Kado itu
berisi boneka Rilakkuma, boneka yang aku inginkan selama ini tetapi aku tidak
pernah ada waktu untuk membelinya karena faktor tugas.
“Makasih Dinda~ jangan pernah
tinggalin aku ya~” Ucapku dengan berharap Dinda akan menjadi sahabat setia dan
dapat selalu bersamaku
Waktu menunjukkan pukul setengah
tujuh. Bel sekolah berbunyi dan siswa-siswi SMA N 01 Jakarta mulai masuk ke
kelas masing-masing karena sebentar lagi bapak / ibu guru akan mengajar sesuai
dengan mata pelajarannya masing – masing.
***
Bel istirahat yang di
nanti-nantikan akhirnya berbunyi. Dengan segera anak-anak keluar dari dan
sasaran utamanya tidak lain adalah ke kantin. Seperti aku dan Dinda, istirahat
kali ini adalah ke kantin dan membeli mie ayam dengan minum es jeruk, minuman kesukaan
kami dari kelas tujuh.
Tidak sengaja ketika kami sedang
memesan makanan, aku bertemu Riski yang seperti biasa berkumpul dengan teman
satu kelompoknya sambil meminum satu gelas es teh.
Wajahku langsung memerah seketika
ketika aku melihatnya. Jantungku bekerja dua kali lebih cepat ketika melihat
tingkah lakunya. Dan telingaku dengan cepat langsung mendengar lebih jelas
ketika mendengar suaranya. Aku terus melihat tingkah lakunya yang menggemaskan,
Tawanya yang membuatku semakin suka dan berharap menjadi kekasihnya suatu saat
nanti.
Hatiku semakin gembira ketika
melihatnya senang sampai – sampai aku tak sadar kalau aku sudah melamun. Dinda
pun menyadarkan ku dengan suara yang keras, untung aku gak punya penyakit
jantung. Kalau punya, udah copot jantung ini.
“Woy, melamun terus dari tadi,
ngamatin Riski terus ya?” Tanya Dinda dengan nada menggoda yang sekaligus
meledek.
“Jangan sok nuduh deh, orang aku
liatin pemandangan sekitar kok.” Jawabku tak mau kalah. Wajahku semakin memerah
karena ternyata sahabatku sendiri sudah tahu meskipun aku sudah membantahnya
mentah – mentah.
Dinda pun tak memperdulikan
ucapanku yang jelas – jelas membantah pertannyaannya. Dinda Cuma menunjukkan
sikap kurang percaya tentang ucapanku tadi. Akhirnya kami pun melanjutkan makan
mie ayam dan minum es jeruk sambil bercanda dan tertawa hingga tak sadar kalau
bel istirahat telah berakhir.
***
Tak kusangka semakin hari aku
semakin menyukai Riski. Entah apa yang membuatku terus menyukainya meskipun aku
tak tahu apakah dia menyukaiku atau tidak. Sudahlah Shilla, berhenti
menyukainya. Dia itu orang yang tak berperi kemanusiaan, dia itu cuma orang
yang memberikan harapan palsu. Sudah jelas Riski cuek denganmu, bagaimana
jadinya jika kau terus menyukainya? Kau malah akan dibuat sakit hati olehnya.
Aku dengan Dinda segera masuk ke
kelas untuk mengikuti pelajaran selanjutnya. Dengan tergesa – gesa, kami pun
berjalan dengan sedikit cepat dari biasanya agar tidak dihukum oleh guru killer
karena telat masuk kelas.
***
Bel pulang pun berbunyi dengan keras. Para siswa
terlihat senang dan ceria karena pelajaran hari telah usai. Dengan segera, para
siswa pun bergegas keluar dari kelas dan pulang menuju rumahnya masing –
masing. Sambil menyampirkan tas England kesayangan di bahu sebelah kiri, aku
mengeluarkan sebuah I-Pod, barang paling disayang selain tas England. Ku
pasangkan headset di kedua telingaku dank u putar lagu favoritku, Super Junior
– No other. Dengan cermat aku mendengarkan lagu tersebut sambil berjalan menuju
ke luar sekolah. Ketika sampai di halaman sekolah, aku melihat sosok orang yang
sangat aku sukai selama ini, dua tahun ini, Riski. Riski dengan sepeda putih
birunya yang semakin membuat sosok Riski semakin cool.
Jantungku tiba – tiba kembali
bekerja dua kali lebih cepat. Wajahku kembali mulai memerah. Tetapi aku tak
berani menyapanya kali ini. Aku semakin gugup, akhirnya ku putuskan untuk
berjalan kembali meskipun mata ini masih ingin melihat sosok Riski yang semakin
hari semakin sayang.
Tak lama aku menunggu di depan
sekolah, tiba – tiba sebuah mobil berwarna biru mengkilat dengan badan mobil
yang tak begitu besar datang menghampiriku. Itu adalah mobil tanteku, tante
Dyah yang begitu menggilai warna biru sampai – sampai setiap baju yang di
kenakannya itu pasti berwarna biru.
“Hai Shilla, cepat naik.” Ucap
tanteku sambil membuka jendela mobil.
“Iya tante, bentar.” Jawabku yang
kemudian dilanjutkan dengan membuka pintu mobil.
“Anterin tante ke mall yuk, tante
lagi bosen nih.” Pintanya dengan wajah yang sangat memohon kepadaku.
“Emang mau ngapain sih tante~”
Jawabku dengan nada sungkan berharap tanteku akan membatalkan rencananya ke
mall itu.
“Udah, nanti kamu juga tau,
temenin tante ya~” Tanyanya dengan wajah yang semakin memelas.
“Ya sudah, aku turutin permintaan
tante.” Ucapku dengan nada setengah kesal karena usahaku untuk menggagalkan ke
mall tidak berhasil.
Tanteku mulai fokus mengendarai
mobilnya. Ku ambil I-Pod ku dan mulai ku putar lagu kasha – die young. Itu
adalah lagu favoritku setelah lagu K-pop. Ku dengarkan lagu tersebut sambil
memandang begitu ramainya ibukota Indonesia ini. Macet, panas, bahkan banjir
pasti ada. Mungkin inilah nasib dari ibukota.
Belum sampai di mall, kembali
lampu merah menyala sehingga mau tidak mau mobil biru mengkilat milik tanteku
ini harus berhenti dan menunggu beberapa saat sampai lampu merah padam dan
berganti dengan lampu hijau.
Akhirnya lampu merah pun padam
dan bergantian lampu hijau yang menyala. Kembali tanteku fokus menyetir mobil
birunya dengan lamban karena macet. Karena bosan, akhirnya aku menyalakan musik
yang ada di mobil tanteku. Kuputar lagu Maroon 5 – One More Night. Lagu itu
memang membuatku merasa tenang ketika ada masalah. Jadi kesimpulannya, aku
selalu putar lagu itu selagi masih ada masalah entah masalah cinta maupun
masalah umum.
Tiga puluh menit kami menempuh
perjalanan dari sekolah, akhirnya sampai di mall tepatnya ketika matahari udah
mau tenggelam dan berganti jaga dengan bulan. Kubuka pintu mobil dan ku
sampirkan tasku di bahu kiriku. Kami mulai masuk mall dan mulai melihat apa
saja yang ada di mall tersebut.
Akhirnya, tante Dyah mengajakku
ke sebuah toko shopping baju fashion untuk pria & wanita. Aku tak bisa
menolak, karena tujuanku ke sini hanya untuk menemani tante Dyah belanja saja.
Sesampainya di toko yang di tuju,
tanteku sibuk memilih berbagai baju dan mencobanya satu per satu. Karena kesal,
akhirnya aku membuka HP androidku dan mengotak atik apakah ada sms atau inbox
atau mention dari siapa saja. Ku nyalakan hp android milikku dan ternyata ada
sms dari orang asing, karena aku belum pernah mengetahui nomor itu sebelumnya.
“Siang shilla.” Sms dari orang
yang sangat asing menurutku. “Siang juga, ini siapa ya?” Balasku lewat sms
dengan penuh pertanyaan.
“Ini aku, Riski, maaf tidak
memberitahumu sebelumnya. Hehe~” Ungkap seseorang melalui sms.
“Ouw~ gak apa – apa kok, tenang
aja.” Balasku dengan perasaan senang seakan – akan terbang tujuh lapisan langit
ditemani dengan Riski, pujaan hatiku.
Sambil menunggu tanteku memilih
baju yang diinginkannya, aku saling bermain sms dengan Riski. Ku intip
handphone android milikku setiap saat. Bahkan dalam satu menit handphone ku
sudah ku intip kurang lebih 10 kali. Sampai – sampai aku tertawa sendiri karena
sms lawakan dari Riski. Terima kasih tuhan, aku sangat bahagia hari ini, hari
ini akan selalu aku ingat.
Tak berapa lama setelah aku smsan
dengan Riski. Tanteku selesai memilih baju dan membelinya. Ia menghampiriku dan
mengajakku makan. “Shilla, makan yuk, tante laper nih.” Ajak tanteku dengan
wajah dan suara yang manja. Aku memang gak suka dengan sikap tanteku yang satu
ini, membosankan.
“Iya deh, yuk.” Jawabku cuek. Aku
mau menerima tawaran tanteku itu karena aku ingin segera pergi dari tempat
shopping ini dan karena aku memang sudah lapar. Hehe
Setelah berkeliling karena
bingung mau makan apa, akhirnya kami memutuskan untuk makan di rumah makan
fried chickhen. Tanpa basa – basi kami pun segera masuk. Tanteku memesan 2
makanan sedangkan aku duduk di tempat makan sambil menunggu pesanan itu datang.
Karena bosan menunggu, akhirnya aku membuka handphone dan melihat apakah ada
sms di dalamnya atau tidak.
Entah kenapa, semenjak aku smsan
dengan Riski. Perasaan ini menjadi berubah. Hatiku serasa selalu ingin
tersenyum dan tak ingin melupakan kejadian itu. Perasaanku yang dulu selalu
penuh dengan harapan dan keinginan yang kebanyakan untuk Riski Kurniawan, kini
sedikit demi sedikit keinginan itu mulai menepis. Pikiranku kembali mengingat
saat – saat ketika aku bersama dengan Riski. Mulai dari pertama kali bertemu,
saat – saat aku membenci dia karena menurutku dia itu sangat menjijikkan,
sampai saat ini.
Sudahlah Shilla, untuk apa kau
memikirkannya, dia itu sms mungkin karena gak ada temen doank. Hatimu itu mulai
tak normal kembali setelah sekian lama kau berusaha untuk melupakan sosok Riski
dan sekarang kau kembali menyukainya. Kau tak mau kan dibuatnya sakit hati?
Lupakan Shilla, lupakan!
Tak sadar kalau aku telah lama melamun.
Sampai – sampai tanteku sendiri khawatir sendiri dengan keadaanku yang wajahnya
tadi memerah dengan tiba – tiba padam begitu saja. Karena bingung harus
bagaimana, akhirnya tanteku menyadarkanku dengan memanggilku dengan suara tepat
di telingaku. Aku pun langsung celingak – celinguk gaje tak tau harus
bagaimana. Tanteku hanya tertawa geli dengan sikapku yang aneh, aish
menyebalkan.
***
Ku habiskan malam mingguku ini
untuk melihat drama korea yang judulnya Dream High 2 sambil makan popcorn,
cemilan favorit ketika nonton film / drama.
Saat tengah menonton, aku kembali teringat masa laluku dengan Riski.
Masa lalu yang akan membuat hati ini menjadi semakin terluka bila selalu
mengingatnya. Otakku mulai tidak bisa konsen, keringat dingin mulai bercucuran,
dan yang paling aku tidak suka yaitu air mataku jatuh begitu saja tanpa izin
kepada mata terlebih dahulu. Dengan cepat, air mata langsung berebut tempat
untuk keluar dan terjun bebas.
Aku semakin tak bisa kendalikan
diri ketika kenapa sampai sekarang Riski gak peka kalau aku selama ini
menyukainya. Hampir semua kode sudah aku tebarkan, tetapi dia masih tetap saja
cuek dan seakan – akan tidak tahu apa – apa. Dia bahkan hanya menganggapku
sebagai sebatas teman. Akhir – akhir ini, kami jarang sekali menghabiskan waktu
bersama, walaupun hanya goes aja jarang.
Semakin aku mengingatnya, air
mata semakin menjadi – jadi. Air mata ini saling berebut tempat untuk keluar
dari kedua mata ini. Badanku langsung lemas, nafasku semakin sesak. Pikiran pun
semakin tak bisa dikendalikan. Kupeluk erat – erat boneka doraemon yang super
duper besar. Mengapa cinta bisa se sakit ini. Apa salahku sehingga aku
merasakan cinta yang berakhir dengan kejadian yang ironis. Sungguh, aku sudah
tak sanggup lagi. Mungkin sudah saatnya untuk mencari pengganti selain Riski.
Bukankah di dunia ini masih ada banyak laki – laki.
Selesai menonton drama, kumatikan
televisi dan aku masuk kamar dengan boneka doraemon yang baru saja kupeluk.
Kubuka pintu kamar, begitu gelap gulita tiada cahaya sedikitpun. Ku nyalakan
lampu yang berada di sudut kanan kamar. Ku letakkan boneka itu di kasur, ku
lihat diriku di depan cermin. Seketika aku marah dengan diriku sendiri ketika
aku melihat wajahku di depan cermin. Malam ini merupakan malam yang buruk,
sangat buruk.
Ku tarik selimut berwarna biru
langit milikku sampai sebatas dada. Ku pandang sekeliling kamarku, seperti
biasa, berantakan karena frustasi. Frustasi hanya karena seseorang yang sangat
kusukai namun entah dengan orang itu. Ku matikan lampu yang berada di meja di
sebelah kiri ranjangku. Lampu mini
dengan corak bunga berwarna biru. Semoga aku dapat melupakanmu ketika mataku
terbuka kembali di hari esok.
***
Ku buka kelopak mataku secara
perlahan, mesti mataku ini masih ingin menutup kelopak matanya. Ku lihat
pemandangan di sekitar kamar, lukisan gadis dengan memakai payung. Sendiri, tak
ada siapapun, jalanan yang berwarna abu – abu, kepala menunduk kebawah dan
pohon – pohon yang ikut layu seakan – akan menghormati perasaan gadis itu. Ku
dorong selimutku dan bangkit dari ranjang tidurku pelan – pelan. Tak mungkin
aku langsung berlari, keadaan kamar juga masih berantakan kaya gini.
Ku buka jendela yang ada tak jauh
dari kamar biruku. Ku kucekkan kedua mataku dan ku rentangkan kedua lenganku
sepanjang yang aku bisa. Ku pandang pemandangan luar, terlihat taman yang hijau
lekat dan bunga – bunga yang mulai bermekaran. Ku hirup udara segar pagi ini.
Udara yang masih segar yang belum ternoda oleh asap. Hari minggu ini begitu
indah, tak seperti hari minggu yang sebelumnya yang di penuhi kesedihan dan
memori masa lalu. Terima kasih tuhan atas berkatmu hari ini.
Ku rapikan kamarku dengan cepat.
Ku letakkan kembali barang – barang yang berserakan kembali ke tempat
semula. “Selesai, waktunya makan.”
Kataku dengan wajah riang.
Hari ini keluargaku pergi ke luar
kota, mereka memang sengaja tidak mengajakku karena aku sendiri juga lagi ingin
sendiri di rumah. Kupakai celana putih pendek selutut dengan kaos lengan pendek
berwarna biru. Ku kucirkan rambutku dengan asal – asalan karena masih malas. Ku
basuh mukaku dengan air bersih dan pembersih muka. Selesai mencuci muka, aku
turun dari lantai dua dan pergi ke ruang makan untuk segera makan.
Ku ambil dua helai roti dan
beberapa selai kacang yang ada di dalam kulkas. Kududuki kursi yang berada di
depan televisi. Ku renggangkan tanganku ke atas dan mengambil remote control.
Ku nyalakan televisi berukuran 32 inch yang sudah ada di depan mata dan tidak
sengaja aku melihat sekaligus mendengar beraking news tentang SS5 yang akan di adakan
di Indonesia bulan Juni ini. Hatiku sangat gembira dan air mata kebahagiaan itu
jatuh dengan bebasnya. Sungguh aku merasa menjadi orang yang paling bahagia di
dunia ini setelah mendengar berita tentang SS5 yang akan di adakan di
Indonesia.
Ku pandang terus televisi itu
bahkan tanpa kedip sedikitpun. Aku
sampai tak sadar kalau aku sudah merasakan hal yang begitu tak terduga karena
Super Junior bisa datang lagi ke Indonesia. Tetapi di sisi lain, aku tak
memiliki biaya untuk menonton untuk bidang VIP, paling – paling bronze aja udah
untung banget. Cuma bisa berharap kalau ada tiket gratis untukku atau menang
kuis tiket SS5 aja.
***
Karena bosan dirumah, kuputuskan
untuk pergi ke sebuah mall hanya untuk sekedar main game, makan dan shopping.
Ku pakai kaos lengan pendek warna putih campur biru dan celana jeans biru
pendek se paha. Tak lupa ku bawa tas mini rilakkuma milikku dan dompet hitam
favorit yang kebetulan masih tebal isinya.
Selangkah demi selangkah aku
pergi menuju ke bagasi untuk mengambil mobil mini berwarna biru tua mengkilat.
Ku buka pintu mobil dan tanpa basa – basi pantatku langsung ku letakkan pada
kursi mobil. Ku hidupkan mesin dengan perlahan. Tak lupa mengecek apakah mobil
dalam keadaan bersih dan apakah bensinnya masih ada. Mobil bersih dan bensinnya
masih full. Tanpa berfikir panjang, aku langsung fokus pada setir mobil dan
memulai perjalanan yang menyenangkan ini.
Ku putar music player mobilku
dengan lagu Kpop yang agak nge-beat. Ku dengarkan lagu itu, kebetulan lagunya
milik Girls Generation yang judulnya I Got A Boy. “Bisakah aku melewati hari
ini dengan hati yang bahagia?” Tanyaku dengan wajah polos dan tertawa kecil.
Sampai – sampai tak sadar kalau aku sudah sampai ke tempat yang kutuju.
***
Aku berjalan – jalan mengitari
mall. Aku juga tidak mengerti sebenarnya aku ke sini untuk membeli apa, cuma
makan dan main games saja. Tiba – tiba mataku langsung tertuju pada sebuah
gitar berwarna putih dan bercampur sedikit dengan hitam. Dengan rasa
keinginanku yang tinggi, langsung ku datangi toko itu untuk langsung membeli
gitar tersebut.
Ketika tanganku hamper meraih
gitar itu, tiba – tiba saja gitar yang sangat ku inginkan diambil oleh seorang
cowok yang agak tinggi dan sepertinya umurnya lebih tua daripada aku. Dengan
muka kesal, tak segan aku memarahinya hingga terjadilah perdebatan.
“Hei, sini kembali’in gitarnya.”
Ancamku yang kemudian mengambil gitar tersebut tetapi gagal.
“Apa? Mau ngambil gitar? Ambil
kalau bisa.” Jawab cowok itu dengan mengangkat gitar itu ke atas sambil
menjulurkan lidahnya.
“Ih~ sini gitarnya, gue lakuin
apa aja deh asal gitar itu buat gue.” Pintaku dengan mata yang berbinar dan
berusaha mengambil gitar yang ada di
tangan cowok itu.
“Benar? Ntar bo’ong lagi. Gak
mau.” Ungkap cowok itu dengan nada setengah tidak percaya.
“Aku gak bo’ong kok, sini cepet
gitarnya, ntar gue turutin permintaan loe.” Pintaku yang semakin memelas
berharap cara ini akan berhasil.
“Ok, kalo gitu gue mau elo
traktirin gue makan dan nemenin gue nonton bioskop, bisa gak?”
“Ok, gue sanggupin permintaan
loe.”
Akhirnya cowok itu mengembalikan
gitar berwarna putih bercampur dengan hitam kemudian kami bersama – sama menuju
ke kasir. Akhirnya bisa juga dapat gitar itu meskipun harus melewati perjuangan
yang sangat sulit. Bertemu dengan cowok yang sangat sial ini. Aish, cowok itu
memang sangat menyebalkan!!!
“Eits, mau kemana?” Kata cowok
tadi sambil memegang tangan kiriku yang hendak pergi.
“Hehe... enggak kemana – mana
kok, yuk jalan.” Jawabku dengan nada sungkan.
Ku habiskan waktu siang ini untuk
jalan dengan cowok yang tadi berdebat denganku yang belum ku ketahui namanya.
Kami berjalan mengelilingi mall tepatnya di lantai tiga. Kami berhenti di depan
salah satu tempat makan higienis yang pasti aku hampiri kalau aku pergi ke mall
ini. Ku Tanya cowok itu sambil menurunkan gitar sebentar.
“Kita makan sini yuk.” Ucapku
dengan menunjuk tempat makan higienis.
“Ok, kalo itu mau loe.” Jawabnya
dengan nada riang dan menyetujui keinginanku.
***
“Eh, nama loe siapa?” Tanya cowok
itu sambil menyuap sesendok pasta ke mulutnya.
“Kenalin, nama gue Shilla.”
Jawabku sambil merentangkan tanganku ke cowok itu.
“Kenalin juga, nama gue Dicky.”
Lalu membalas jabatanku dan memegang tanganku dengan erat.
“Salam kenal ya.” Ucapku dan
berusaha melepaskan tanganku dari jabatan itu.
“Iya.” Balasnya kemudian
melanjutkan makan.
Kami makan dengan penuh canda dan
tawa. Dicky ternyata orangnya baik dan ramah meskipun sikap awalnya yang
menyebalkan. Kami saling membicaran tentang berbagai hal. Selesai makan, aku
pun membayar makan ke kasir sekalian makanan milik Dicky. Aku sangat senang
berkenalan dengan Dicky hari ini.
Kami pun berjalan dengan saling
bergandengan, seperti sepasang sahabat yang sudah bertahun – tahun lamanya.
Belum sampai di bioskop, Dicky memberhentikanku dengan seenaknya di depan
tangga dekat bioskop.
“Kok berhenti disini, katanya mau
ke bioskop?” tanyaku penasaran.
“Kita tukar nomor hp yuk.”
Ajaknya dengan memelas.
“Mau buat apa sih?”
“Ya loe itu cewek yang beda
daripada cewek yang gue kenal sebelumnya.”
“Beda gimana? Beda fisik?”
tanyaku semakin penasaran.
“Ya pokoknya beda, boleh ya?”
“Ya udah, boleh.” Ucapku yang
kemudian mengambil hp Dicky dan menuliskan nomor hp ku.
Dicky pun mengambil hp ku dan
kemudian menuliskan nomor hpnya. Akhirnya kami jalan kembali sambil menikmati
betapa ramainya mall hari ini.
***
Malam ini begitu dingin, sepi,
dan tak seperti biasanya. Kak adi yang menyebalkan tetapi sangat perhatian
kepada adik – adiknya, adik kecil yang nakal. Rumah ini begitu sepi ketika
seluruh orang di rumah ini pergi kecuali aku. Kupandangi sekitar ruang keluarga
yang biasannya dijadikan tempat untuk berkumpul dan berbagi satu sama lain.
Canda, sedih, senang semuanya ada. Tak terkecuali, tak hanya aku saja yang suka
curhat, tetapi mamah, papah, adik, dan kak adi. Kami semuanya selalu share jika
ada masalah. Aku sangat merindukan masa – masa itu, cepatlah pulang!
Karena kesepian, akhirnya aku
memutuskan untuk mengirim sms ke Dicky hanya untuk mengucapkan hay dan sedang
apa. Sambil menunggu balasan sms darinya, aku memutuskan untuk mendengarkan
lagu dari I-Pod ku yang ada di saku celana selutut berwarna hitam yang sedang
kupakai. Tak berapa lama setelah aku sms, Dicky pun akhirnya membalas smsku.
“Hay juga, lagi nonton tv aja,
loe lagi ngapain?” Tanyanya dalam sms
“Lagi dengerin music aja,
kesepian nih gue.” Balasku
“Lah, kesepian kenapa? Ditinggal
keluarga pergi ye?”
“Iya, sepi deh pokoknya.”
“Kasian...”
Tak
sadar hampir tiga jam aku menghabiskan waktuku hanya untuk smsan dengan Dicky.
Belum lama kami berkenalan, kami seperti sahabat lama yang selalu bertemu.
Bahkan setiap orang yang bertemu kami, mereka selalu mengira bahwa kami adalah
sepasang kekasih yang sangat serasi. Mukaku selalu cemberut ketika ada orang
yang mengatakan bahwa kami adalah sepasang kekasih dan Dicky malah tersenyum
kemudian tertawa evil kepadaku. Satu lagi, dia itu orang yang paling suka
memunculkan wajah sok imutnya itu. Aish, orang itu sangat menyebalkan, awas
nanti kalau ketemu.
Mata
ini semakin tidak bisa diajak kompromi lagi. Padahal aku sangat belum ingin
tidur. Aku masih ingin melanjutkan smsan dengan Dicky. Pikiran pun mulai tak
jernih kembali ketika kantuk sudah semakin menjadi – jadi. Dengan sangat
terpaksa, akhirnya aku pun bangkit dari sofa dan berjalan menuju kamar mandi
untuk cuci muka.
Ku
ambil milk cleanser rasa lemon kuning dan ku basuhkan dengan pelan – pelan. Ku
bersihkan milk cleanser itu dengan air dingin. Serasa berada di pegunungan
ketika menyentuh air dingin itu, jernih dan sejuk itulah keistimewaan air yang
paling aku suka. Ku keringkan wajahku menggunakan handuk mini berwarna putih
pemberian dari sahabatku waktu ulang tahunku yang ke 14 tahun. Ku pandangi diriku dengan cermin besar yang
berada tak jauh dari tempat untuk mencuci muka. Ternyata aku ini cantik juga
ketika selesai mencuci muka, serasa menjadi Shilla yang baru yang tak pernah
mengeluh dan selalu berusaha.
Aku
bangga dengan Shilla yang sekarang, yang selalu ceria dan memiliki teman yang
sangat setia dan mau menerima apa adanya serta selalu bersama dalam keadaan
apapun. Sedih dan senang semuanya, siapa lagi kalau tidak cowok yang sedikit
cool bernama Dicky itu. Hampir setiap hari kami menghabiskan waktu bersama,
bahkan ia selalu mengantar dan menjemputku. Tanpa disuruhpun dia akan datang
dengan sendirinya. Dia mau mendengarkan curhatanku tentang Ricky yang sampai
sekarang ini gak peka kalau sebenarnya aku ini suka dengannya.
Ku buka
pintu kamarku yang berukuran sedang dan berwarna serba biru. Ku naiki ranjang
tidurku dank u rebahkan tubuhku di ranjang dengan seprai corak doraemon dan
berwarna biru putih. Ku tarik selimutku sampai sebatas dada. Satu kebiasaan
rutin yang tidak bisa ditinggal, menyalakan musik sebelum tidur, kuputar lagu
sistar loving u. Lagu itu pas banget buat aku saat ini, karena akhir – akhir
ini kurasa aku mulai jatuh cinta dengan Dicky, bahkan aku menganggapnya lebih
dari sekedar teman biasa. Lebih dari teman, itu yang aku rasakan ketika aku
berada di dekatnya aku selalu gugup dan terkadang salah tingkah sendiri. Hei
tunggu, aku ini benci dengannya, aku tak menyukainya, mengapa jadi aku yang
selalu memikirkan cowok bodoh itu?
Selesai
memutar lagu tersebut, ku matikan lampu yang ada di meja sebelah ranjangku. Ku
tutup kedua kelopak mataku secara perlahan. Hari ini aku begitu senang, sangat
senang. Terima kasih tuhan atas karuniaMu hari ini. “Selamat malam dunia, mimpi
indah cowok bodoh.”
***
Matahari
mulai muncul dari timur secara perlahan, ku buka kelopak mataku secara paksa
karena jika tidak, aku akan terus tertidur hingga siang nanti. Ku bangkitkan
tubuhku dari ranjang dan membuka hp android kesayangan apakah ada sms atau
tidak. Dan ternyata ada sms, tak lain dari teman priaku yang selalu sok imut,
Dicky.
“Hei gadis pesek, 15 menit lagi
aku akan datang ke rumahmu, jadi mandilah sana!!” Tulisnya dalam sms.
“Cowok itu, sepertinya tidak ada
hari jika tidak mengejekku dengan sebutan gadis pesek.” Gerutuku karena kesal
selalu di bilang pesek.
Kebetulan ini hari sabtu, jadi
hari ini aku memakai baju batik dengan motif kawung dan berwarna coklat. Ku
ambil baju batik sekolah dan rok coklat yang ada di dalam almari. Kaki mulai
berjalan tahapan demi tahapan menuju ke kamar mandi. “Pokoknya kali ini
mandinya gak boleh lama, cowok bodoh itu akan menjemputku.” Ucapku yang tak
lama akhirnya mandi.
Ku tutup pintu kamar sebelum
turun dari tangga. Ku turuni tangga satu demi satu dengan lebih cepat dari
biasanya. Setelah turun, ku ambil sandwich selai blueberry yang ada di dalam
kulkas. Ku habiskan sandwichku dengan sedikit lebih cepat dan meminum jus jeruk
yang sudah tersedia di meja. Ketika sandwichku hampir habis, tiba – tiba ada
seorang pria yang ada di hadapanku. Ku angkat kepalaku pelan – pelan dan
kupandang orang itu apakah aku mengenalnya atau tidak. Dan ternyata benar, pria
yang ada di depanku sekarang adalah Dicky, dengan pedenya ia menunjukkan muka
imutnya kepadaku. Tak segan aku langsung menceramahinya karena telah masuk ke
rumah orang tanpa sepengetahuan pemiliknya.
“Siapa yang nyuruh loe masuk ke
rumah ini? Tanpa pamit lagi, kalau sampai ada barang yang ilang gimana? Mau
tanggung jawab?” rewelku panjang lebar.
“Sudahlah gadis pesek, gak usah
pasang wajah begitu kenapa? Kan gue udah bilang mau jemput loe.” Jawabnya
dengan nada menggoda.
“Tapi gak gini juga caranya.”
Ucapku dengan menyuap gigitan sandwichku yang terakhir.
“Sudah siap belum? Ayo
berangkat.” Suruhnya yang kemudian berjalan mendahuluiku menuju ke mobilnya.
Aku hanya bisa berjalan
membelakanginya. Hatiku sangat senang dan seakan – akan terbang dengan
sendirinya karena di jemput oleh pria yang sangat aku sayang. Ia berhenti
secara mendadak di depan pintu utama rumahku, kemmudian tangan kanannya
langsung memegang tangan kiriku dengan erat. Sungguh, aku belum merasakan ini
sebelumnya, tanganku di pegang oleh seorang pria. Sikap salah tingkah pun
langsung tumbuh, aku hanya bisa menggaruk kepalaku yang tak gatal kemudian
berjalan bersama sampai ke mobil Dicky dengan berpegangan tangan.
Sampai di mobil, ia langsung
membukakan pintu mobil yang akan aku tumpangi. Aku serasa diperlalukan seperti
seorang putri. “Ayo gadis pesek, masuklah.” Senyumnya yang sangat manis itu
menghipnotis pikiranku dan tanpa basa – basi aku langsung duduk di kursi depan
tepatnya sebelahnya Dicky. Kupasang sit belt agar aman selama perjalan. Dicky
langsung fokus pada setir mobilnya dan mulai menjalankan mobilnya menjauh dari
rumahku. Kupandangi wajahnya yang nampaknya sedang berseri – seri pagi ini.
Dengan sangat penasaran, ku tanya Dicky yang sedang fokus dengan mobilnya.
“Pagi – pagi udah seneng aja,
dapet pacar baru ya?” tanyaku dengan nada menggoda. Semoga saja dia belum
mempunyai pacar, karena itu hanya akan membuat hati ini terluka.
“Enggak kok, sok tau loe.”
Bantahnya secara mentah – mentah. “Kalau gue punya pacar,nanti loe cemburu
lagi.” Balasnya kemudian menatap wajahku dan langsung tertawa geli melihatku.
“Dasar cowok bodoh!” Ejekku sambil menjulurkan lidahku di
hadapannya.
***
“Hei gadis pesek, sana belajar,
jangan fokus sama cowok lain.” Ucap Dicky dengan muka yang sangat serius dari
biasanya.
“Kenapa? Cemburu ya?” Tanyaku
dengan penuh teka – teki.
“Hahaha gadis pesek kejebak.”
Jawabnya dengan tertawa geli melihat mukaku yang sangat penasaran.
“Sudah sana pergi ke kelas,
ganggu aja.” Usirku yang kemudian mendorongnya untuk segera menuju ke kelasnya.
Belakangan ini cowok itu selalu
memberikan perhatiannya kepadaku. Bahkan dia pernah cemburu ketika aku
ceritakan kedekatanku dengan cowok lain meskipun bercanda. Hampir setiap hari
dia menelponku dan menanyakan kabarku. Jika aku sakit, pasti dia akan sangat
protektif dan selalu menceramahiku agar tak makan sembarangan. Dia selalu memperhatikanku
dan sepertinya dia mulai menyukaiku. Dari pertemuan yang tidak mengenakkan
ternyata membuat hubungan kami semakin dekat.
Bayanganku hari – hari belakangan
ini hanyalah Dicky dan Dicky. Selalu saja dia yang muncul di pikiranku. Hari –
hariku menjadi semakin cerah ketika aku sedang bersamanya. Dia selalu peduli
denganku, bahkan aku tak mengerti kenapa perasaan ini muncul dengan sendirinya.
Senyumya yang sangat manis dan suaranya yang sangat merdu membuatku semakin
tergila – gila dengannya. Tetapi aku bingung, apakah dia memiliki perasaan yang
sama?
***
Bel istirahat pun berbunyi. Anak
– anak dengan segera keluar dari kelas dan berbondong – bondong menuju ke
markas besar mereka yaitu kantin. Ku tata buku – buku yang berserakan di meja
belajarku di sekolah dank u masukkan buku tersebutke dalam tas. “Huft, hari ini
begitu melelahkan.” Desahku ketika bangkit dari kursi. Teman akrabku Rina,
Devi, dan Nindy mereka meninggalkanku karena mereka bertiga masih ada misi
penting yang belum terpecahkan. Aku hanya bisa gadek – gedek saja.
Langkah demi langkah aku berjalan
menuju ke kantin sendirian tidak seperti biasanya selalu ditemani oleh 3 teman
yang paling dekat denganku yaitu Rina, Devi, dan Nindy. Ketika ada di depan kelas, tiba – tiba ada
seseorang yang sepertinya sengaja menutup mataku dari belakang. Dengan penasaran,
kucoba untuk menanyakan siapa yang menutup kedua mataku.
“Hei, ini siapa? Lepasin gak!”
pintaku dengan paksa.
“Coba siapa?” jawabnya dengan
suara tertawa kecil.
“Kalau gak mau ngaku, gue sendiri
nih yang buka.” Paksaku dengan meraba tangan yang sedang menutupi kedua mataku.
“Buka aja.” Balasnya
Ku raba tangan yang sedang
menutup kedua kelopak mataku. Ku lepaskan tangan orang itu secara perlahan dan
aku mulai menengok ke belakang. Ternyata orang itu adalah laki – laki yang tak
lain adalah cowok bodoh alias Dicky. Ku munculkan wajah kesalku dan ia malah
tertawa geli melihatnya. Aku sungguh bosan dengan cowok yang satu ini, sukanya
usil. Awas aja nanti akan aku balas.
Belum sampai aku berbicara, ia
langsung merangkulku dan menuntunku untuk berjalan menyusuri kantin. Aku tak
bisa membantah, aku semakin gugup ketika orang yang dekat denganku dengan tiba
– tiba merangkulku seperti ini. Aku hanya bisa diam dan mengikutinya berjalan
dan berusaha berada disampingnya. Perasaanku semakin tak menentu. Jantungku bekerja
tiga kali lebih cepat dari biasanya. Nafasku mulai tak beraturan, ku hembuskan
nafasku secara teratur agar ia tak tahu kalau aku ini lagi mengalami penyakit
salah tingah.
“Jika setiap bersamanya aku
selalu salah tingkah, apakah aku menyukainya? Inikah yang dimaksud dengan
cinta? Apakah aku telah mengalami Fall In Love?” Tanyaku di dalam hati.
Sampai di kantin, aku hanya bisa
tengok kanan kiri karena bingung mau makan apa. Sama dengan Dicky, dia juga
hanya bisa melongo entah mau makan. Setelah lama berfikir, akhirnya dengan nada
tinggi penuh ceria dia mengagetkanku dan mengajakku untuk makan mie ayam yang
letaknya tak jauh dari tempat kami berada.
“Gadis pesek, kita makan mie ayam
aja yuk.” Ajaknya sambil memunculkan wajah imutnya.
“Ehm...” jawabku dengan penuh
pertimbangan.
“Apalagi? Ayo cepet, dasar gadis
pesek.” Pintanya dan tanpa sadar dia menggenggam tangan kiriku dan langsung
mengajakku berlari menuju ke warung mie ayam.
***
Selesai makan Dicky mengajakku ke
taman yang letaknya tepat di tengah sekolah. Entah karena apa dia mengajakku
kesini, yang pasti Dicky yang sekarang lebih serius disbanding Dicky yang
biasanya penuh dengan canda dan selalu mengejekku. Pikiranku semakin tak
menentu. Bingung, gundah, resah semuanya menjadi satu. Aku penasaran akan
sikapnya kali ini, hatiku sangat tak karuan. Nafasku kembali mulai tak
beraturan. Tenanglah Shilla, tidak aka nada kejadian buruk denganmu, semua akan
baik – baik saja kok, percayalah.
Dia mengajakku duduk di kursi
kayu di bawah pohon yang rindang. Wajahnya semakin gugup dan pipinya mulai
memerah seperti kepiting rebus. Wajahnya itu semakin lucu ketika ia hanya bisa
diam seakan – akan dia sedang malu. Ku kagetkan dia karena dari tadi ia hanya
diam dengan wajah yang semakin memerah. Dengan suara khas yang kumiliki, ku
kagetkan temanku itu dengan membisikkan kata lembut tepat di telinganya.
“Loe mau ngajak gue kesini
sebenarnya ada apa?” bisikku kemudian ku alihkan mukaku ke pemandangan yang ada
di sekitar taman
Dia tetap diam, dan tak berapa
lama akhirnya ia membalas pertanyaanku. “Hmm... nanti malam loe ada acara gak?”
tanyanya dengan nada malu – malu.
“Sepertinya nggak tuh.” Jawabku
dengan penuh senyum yang mengembang.
“Ok, nanti malam gue datang ke
rumah loe ya?” tanyanya
“Ok, gue tunggu.” Anggukku dengan
wajah ceria.
Akhirnya kami berdua hanya bisa
memandang pemandangan di sekitar taman dan menghirup nafas dengan penuh
keceriaan. Tak terasa kami berdua saling berpegangan tangan. Semakin hari
hubungan pertemananku dengan Dicky semakin dekat, sepertinya lebih cocok jika
kami menjadi sepasang sahabat apalagi sepasang kekasih. Rasa kebencianku
semakin terkikis semenjak hubunganku dengannya semakin dekat. Bahkan orang –
orang mengira kalau kami adalah sepasang kekasih dan kami sangat serasi.
“Hei, masuk ke kelas dulu yuk.”
Ajaknya yang tiba – tiba mengagetkanku.
“Eh, iya ayuk.” Jawabku dengan
anggukan setuju.
“Gantian kamu yang nganterin ke
kelas aku ya?” Pintanya yang tak lupa disertai dengan wajah imutnya yang sangat
aku suka.
“Iya iya.” Jawabku yang kemudian
bangkit dari kursi kayu dan berjalan menuju kelas 11C tempat dimana Dicky
belajar.
***
Mala mini adalah malam yang
istimewa bagiku. Bagaimana tidak, cowok yang sekarang mulai aku sukai itu akan
menjemputku untuk mengajakku entah kemana. Aku tak peduli akan jalan kemana,
yang penting bersama Dicky walaupun ke tempat yang mungkin tidak aku sukai. Ku
coba baju satu per satu yang ada di lemari, hampir semua pakaian tidak cocok.
Aku hanya bisa menggaruk kepalaku yang tidak gatal dan terus berfikir adakah pakaian
yang cocok untukku malam ini. Hanya ada satu lagi pakaian dengan panjang tiga perempat dan tanpa
lengan berwarna putih dan celana jeans pendek kurang dari selutut. Kucoba
pakaian itu dan aku mulai berkaca di meja rias pribadiku. Aku sangat cocok menggunakan
baju itu. Aku mulai duduk di meja rias dan mendandani diriku secantik mungkin
tetapi tidak terlalu menor. Ku ikat rambutku dengan gaya ikat setengah dengan
poni menyamping. Ku ambil tas England miniku dank u tenggerkan tas itu di
pundak sebelah kananku. Spesial untuk mala mini, aku tampil seperti biasanya,
memakai sepatu olahraga adidas putih dengan peret biru.
“Semoga dia menyukai penampilanku
mala mini, karena aku ingin melihat mukanya terpukau dengan penampilanku yang
seperti ini.” Ucapku sambil berkaca.
Ku turuni tangga langkah demi
langkah dengan tersenyum yang memenuhi diriku malam ini. Aku tidak tahu mala
mini aku begitu senang ketika akan jalan dengannya. Bahkan aku lebih senang
berjalan dengannya dibanding dengan aktor pemain sinetron ftv favoritku.
Bayangannya tak berhenti memutari pikiranku. Terkadang aku tersenyum dan
tertawa sendiri ketika mengingat kejadian kebodohannya kepadaku. Ia itu sangat
manis, bahkan senyumannya selalu membuatku tergoda. Nyanyiannya, membuatku
selalu ingin mendengarkan suaranya. Sepertinya aku mulai jatuh cinta kepadanya.
Ku tutup pintu utama rumah dan
duduk di kursi yang tak jauh dari pintu rumah menunggu kedatangan Dicky.
Sebenarnya hal yang paling aku bosan itu adalah menunggu, karena itu adalah
bukan kebiasaan secara pribadi. Ku ambil gadget milikku dan mulai ku otak atik
di dalamnya. Ku buka akun twitterku untuk melihat apakah ada mention darinya,
tetapi hasilnya nihil, malahan ada mention dari cowok yang sukanya cari
perhatian dan cari waktu kepadaku. Ku putuskan untuk main game yang ada di
gadget karena twitterku tak ada mention satupun dari Dicky. Hampir 30 menit aku
menunggu di depan rumah, akhirnya mobil pribadinya pun datang dengan lampu
kuning di mobilnya yang sangat menyilau. Sudah lama menunggu, gak tepat waktu
lagi, awas nanti.
Ia turun dari mobil dengan
menggunakan kemeja putih dengan celana jeans hitamnya. Malam ini dia begitu
berbeda dari biasanya, ia terlihat lebih cool dan kece pastinya. Hatiku terasa
meleleh melihat penampilannya yang sangat memukau. Mataku berkedip – kedip
seakan tak percaya kalau dia berpenampilan sangat special malam ini, lebih dan
sangat lebih dari biasanya. Saatnya aku bilang wow untuk penampilannya. Satu
lagi, gaya rambutnya kini juga berubah drastis, dia sepertinya menggunakan gel
rambut untuk malam ini. Semuanya serba berbeda, aku sangat menyukai
penampilannya kali ini.
Aku mendekatinya dengan hati yang
gembira. Deg – deg an pun semakin menjadi jadi. Kumantapkan diriku untuk
mendekatinya lebih dekat. Kali ini niatku akan menceramahinya karena telah
membuatku menunggu dengan waktu yang sangat lama. Sampai – sampai dandanku
hampir kalah keren dengannya. Tetapi, belum sampai mulutku berbicara, tiba –
tiba dia sudah mendekatkan jari telunjuknya ke bibirku pertanda aku harus diam.
Aku hampir mati beku karena baru kali ini aku mengalami hal ini. Ku lepaskan
tangannya dari bibirku dan aku mulai masuk mobilnya tanpa bicara dengannya
sepatah kata pun.
“Loe mau ngajak gue kemana sih?”
tanyaku dengan wajah penuh pertanyaan.
“Nanti loe juga tau sendiri.”
Jawabnya dengan penuh tersenyum.
“Jadi sekarang main rahasiaan nih
sama gue?” balasku agar dia terjebak dalam pertanyaanku yang satu ini.
“Gak gitu, udah ikut aja.”
Ucapnya tanpa menolehkan mukanya kepadaku dan hanya fokus ke mobilnya dan
mengemudikannya meninggalkan halaman rumahku.
“Ya udah.” Jawabku dengan cuek
dan muka cemberut.
***