#trik_pojok { position:fixed;_position:absolute;bottom:0px; left:0px; clip:inherit; _top:expression(document.documentElement.scrollTop+ document.documentElement.clientHeight-this.clientHeight); _left:expression(document.documentElement.scrollLeft+ document.documentElement.clientWidth - offsetWidth); }

Minggu, 07 Juli 2013

A New Leaf In Heart (Part 1)



Cinta itu terkadang tidak seperti apa yang kita bayangkan. Tak semuanya cinta itu akan berjalan dengan indah. Memang, cinta itu tak harus memiliki. Tetapi kita akan merasakan sakit ketika kita tahu kalau orang yang kita cintai itu tidak memiliki perasaan yang sama. Cinta itu bagaikan sebuah jalanan yang terjal dan tidak semulus seperti yang  kita inginkan. Cinta itu sangatlah berliku – liku dan terkadang kita harus menerima kenyataan yang pahit di saat apa yang kita inginkan berjalan tak sesuai yang kita harapkan pula.
Banyak orang yang mengatakan, benci itu bisa menjadi cinta. Kejadian tersebut memang sering terjadi di dunia ini. Bahkan ketika kita sedang benci setengah mati, semakin lama rasa benci itu akan hilang dan kita akan mulai rindu kepada orang yang kita benci dan merasakan apa itu yang namanya benci jadi cinta.
Sudah dua tahun ini aku menunggu seseorang yang sangat aku cintai yang dulunya adalah orang yang paling aku benci. Entah kenapa, ketika dia mulai pergi dan tidak pernah menampilkan batang hidungnya, setiap malam bahkan setiap hari aku merindukannya. Sebut saja namanya Riski. Sudah lama aku menunggunya, tetapi orang itu tetap polos dan diam seperti biasanya. Aku menjadi mudah menyesal dan putus asa karena apakah dia juga merasakan hal yang sama denganku.
Matahari mulai terbit. Kubuka mataku perlahan dan mulai melihat jam dinding yang berada tepat di tembok kamarku. Waktu sudah menunjukkan pukul enam pagi. Dengan segera aku beranjak dari tempat tidurku dan mengambil seragam putih biru kemudian mandi. Kubuka shower dengan cepatnya air turun sepeti derasnya air hujan.
***
Ketika aku turun dari tangga tiba-tiba mamah ku memanggilku untuk segera makan. “Shilla, ayo buruan makan! Nanti telat!” Ucap mamahku dengan sedikit galak. Mamah ku memang terkenal galak dan disiplin. Sikap galak itulah yang ia harapkan agar anak-anaknya dapat menjadi apa anak-anaknya inginkan dan dapat meraih cita-cita yang mereka inginkan. Aku memang bukan anak semata wayang, aku memiliki satu kakak laki-laki.
“Iya mah, bentar lagi turun.” Ucapku dengan nada polos. Kemudian aku turun dari tangga dan segera pergi menuju ke ruang makan yang letaknya tak jauh dari dapur. Aku mengambil dua lembar roti dan mengoleskan selai kacang pada salah satu roti tersebut. Aku makan tepat di kursi sebelah kakakku. “Pagi adik manis.” Panggil kak Indra yang tak lain dia adalah kakak laki-laki ku dengan muka manja. “Iya.” Jawabku sambil terus memakan roti. “Kok cuek banget sih??” Tanya kakakku dengan heran yang menjadi-jadi. “Emang kenapa? Masalah?” Jawabku yang akhirnya membuat wajahku yang terlihat kaku. Kakak laki-lakiku kak Indra menjadi tertawa geli dan meledekku kalau wajahku semakin cantik jika sedang kesal seperti anak kelas satu SD.
Papaku  yang memakai kemeja putih dan celana jeans hitam sudah menungguku dan kakakku di depan rumah untuk mengantarkan kami ke sekolah. Selesai makan, kami pun berdiri dari kursi dan kemudian aku dan kakakku memeluk dan mencium tangan mamah secara bergantian. “Aku berangkat dulu ya mah.” Ucapku kemudian mengambil tas bergambar bendera England dan pergi menuju ke depan rumah tepatnya ke mobil yang dari tadi sudah ditunggu papah.
***
Pagi ini terlihat begitu cerah, lebih cerah daripada hari-hari sebelumnya. Aku berjalan dari gerbang sekolah menuju kelas dengan penuh harapan. Berharap semoga orang yang aku suka, Riski hari ini sehat dan dapat berangkat sekolah seperti biasanya. Meskipun sudah satu bulan ini kami tidak pernah saling menyapa, dan itu yang membuatku khawatir tentang keadaan Riski yang sebenarnya. Apakah Riski sudah punya pacar? Kata-kata itu muncul seketika di dalam hatiku. Aku merasa ingin menangis ketika mendengar kata-kata itu seperti tak rela jika Riski sudah memiliki kekasih lain selain aku.
“Hai Riski~” Sapaku dengan wajah ceria dan melambaikan tangan kanan setinggi-tingginya berharap agar Riski mengetahui siapa yang menyapanya pagi ini.
“Iya, pagi Shilla.” Jawabnya dengan nada polos yang kemudian melanjutkan perjalanannya menuju ke parkiran sepeda untuk memakirkan sepeda putih birunya itu.
***
“Pagi Shilla~” sapa Dinda, teman satu bangku yang sekaligus menjadi sahabat yang selalu setia dan menerimaku apa adanya.
“Pagi juga Dinda~  pagi-pagi kaya’ gini kok sudah seneng aja. Ada apaan sih?” tanyaku dengan nada setengah heran dengan sikapnya yang berbeda dengan hari-hari sebelumnya.
“Apakah kau tidak tahu? Ini hari ulang tahunmu!” Jawab Dinda dengan nada semakin ceria dan merangkulku. “Selamat ulang tahun, Shilla sayang.” Kemudian mengantarku untuk menuju ke tempat dudukku di baris ke dua dekat meja guru kelas.
“Makasih ya Dinda sayang, kamu memang sahabat yang terbaik yang aku miliki.” Ucapku dengan wajah malu yang memerah.
“Iya.” Jawabnya yang kemudian memelukku. “Nih ada kado buat kamu.” Ucap Dinda dengan menunjjukkan kado yang ada di tangannya yang kemudian aku terima dan membuka kado tersebut. Kado itu berisi boneka Rilakkuma, boneka yang aku inginkan selama ini tetapi aku tidak pernah ada waktu untuk membelinya karena faktor tugas.
“Makasih Dinda~ jangan pernah tinggalin aku ya~” Ucapku dengan berharap Dinda akan menjadi sahabat setia dan dapat selalu bersamaku
Waktu menunjukkan pukul setengah tujuh. Bel sekolah berbunyi dan siswa-siswi SMA N 01 Jakarta mulai masuk ke kelas masing-masing karena sebentar lagi bapak / ibu guru akan mengajar sesuai dengan mata pelajarannya masing – masing.
***
Bel istirahat yang di nanti-nantikan akhirnya berbunyi. Dengan segera anak-anak keluar dari dan sasaran utamanya tidak lain adalah ke kantin. Seperti aku dan Dinda, istirahat kali ini adalah ke kantin dan membeli mie ayam dengan minum es jeruk, minuman kesukaan kami dari kelas tujuh.
Tidak sengaja ketika kami sedang memesan makanan, aku bertemu Riski yang seperti biasa berkumpul dengan teman satu kelompoknya sambil meminum satu gelas es teh.
Wajahku langsung memerah seketika ketika aku melihatnya. Jantungku bekerja dua kali lebih cepat ketika melihat tingkah lakunya. Dan telingaku dengan cepat langsung mendengar lebih jelas ketika mendengar suaranya. Aku terus melihat tingkah lakunya yang menggemaskan, Tawanya yang membuatku semakin suka dan berharap menjadi kekasihnya suatu saat nanti.
Hatiku semakin gembira ketika melihatnya senang sampai – sampai aku tak sadar kalau aku sudah melamun. Dinda pun menyadarkan ku dengan suara yang keras, untung aku gak punya penyakit jantung. Kalau punya, udah copot jantung ini.
“Woy, melamun terus dari tadi, ngamatin Riski terus ya?” Tanya Dinda dengan nada menggoda yang sekaligus meledek.
“Jangan sok nuduh deh, orang aku liatin pemandangan sekitar kok.” Jawabku tak mau kalah. Wajahku semakin memerah karena ternyata sahabatku sendiri sudah tahu meskipun aku sudah membantahnya mentah – mentah.
Dinda pun tak memperdulikan ucapanku yang jelas – jelas membantah pertannyaannya. Dinda Cuma menunjukkan sikap kurang percaya tentang ucapanku tadi. Akhirnya kami pun melanjutkan makan mie ayam dan minum es jeruk sambil bercanda dan tertawa hingga tak sadar kalau bel istirahat telah berakhir.
***
Tak kusangka semakin hari aku semakin menyukai Riski. Entah apa yang membuatku terus menyukainya meskipun aku tak tahu apakah dia menyukaiku atau tidak. Sudahlah Shilla, berhenti menyukainya. Dia itu orang yang tak berperi kemanusiaan, dia itu cuma orang yang memberikan harapan palsu. Sudah jelas Riski cuek denganmu, bagaimana jadinya jika kau terus menyukainya? Kau malah akan dibuat sakit hati olehnya.
Aku dengan Dinda segera masuk ke kelas untuk mengikuti pelajaran selanjutnya. Dengan tergesa – gesa, kami pun berjalan dengan sedikit cepat dari biasanya agar tidak dihukum oleh guru killer karena telat masuk kelas.
***
Bel  pulang pun berbunyi dengan keras. Para siswa terlihat senang dan ceria karena pelajaran hari telah usai. Dengan segera, para siswa pun bergegas keluar dari kelas dan pulang menuju rumahnya masing – masing. Sambil menyampirkan tas England kesayangan di bahu sebelah kiri, aku mengeluarkan sebuah I-Pod, barang paling disayang selain tas England. Ku pasangkan headset di kedua telingaku dank u putar lagu favoritku, Super Junior – No other. Dengan cermat aku mendengarkan lagu tersebut sambil berjalan menuju ke luar sekolah. Ketika sampai di halaman sekolah, aku melihat sosok orang yang sangat aku sukai selama ini, dua tahun ini, Riski. Riski dengan sepeda putih birunya yang semakin membuat sosok Riski semakin cool.
Jantungku tiba – tiba kembali bekerja dua kali lebih cepat. Wajahku kembali mulai memerah. Tetapi aku tak berani menyapanya kali ini. Aku semakin gugup, akhirnya ku putuskan untuk berjalan kembali meskipun mata ini masih ingin melihat sosok Riski yang semakin hari semakin sayang.
Tak lama aku menunggu di depan sekolah, tiba – tiba sebuah mobil berwarna biru mengkilat dengan badan mobil yang tak begitu besar datang menghampiriku. Itu adalah mobil tanteku, tante Dyah yang begitu menggilai warna biru sampai – sampai setiap baju yang di kenakannya itu pasti berwarna biru.
“Hai Shilla, cepat naik.” Ucap tanteku sambil membuka jendela mobil.
“Iya tante, bentar.” Jawabku yang kemudian dilanjutkan dengan membuka pintu mobil.
“Anterin tante ke mall yuk, tante lagi bosen nih.” Pintanya dengan wajah yang sangat memohon kepadaku.
“Emang mau ngapain sih tante~” Jawabku dengan nada sungkan berharap tanteku akan membatalkan rencananya ke mall itu.
“Udah, nanti kamu juga tau, temenin tante ya~” Tanyanya dengan wajah yang semakin memelas.
“Ya sudah, aku turutin permintaan tante.” Ucapku dengan nada setengah kesal karena usahaku untuk menggagalkan ke mall tidak berhasil.
Tanteku mulai fokus mengendarai mobilnya. Ku ambil I-Pod ku dan mulai ku putar lagu kasha – die young. Itu adalah lagu favoritku setelah lagu K-pop. Ku dengarkan lagu tersebut sambil memandang begitu ramainya ibukota Indonesia ini. Macet, panas, bahkan banjir pasti ada. Mungkin inilah nasib dari ibukota.
Belum sampai di mall, kembali lampu merah menyala sehingga mau tidak mau mobil biru mengkilat milik tanteku ini harus berhenti dan menunggu beberapa saat sampai lampu merah padam dan berganti dengan lampu hijau.
Akhirnya lampu merah pun padam dan bergantian lampu hijau yang menyala. Kembali tanteku fokus menyetir mobil birunya dengan lamban karena macet. Karena bosan, akhirnya aku menyalakan musik yang ada di mobil tanteku. Kuputar lagu Maroon 5 – One More Night. Lagu itu memang membuatku merasa tenang ketika ada masalah. Jadi kesimpulannya, aku selalu putar lagu itu selagi masih ada masalah entah masalah cinta maupun masalah umum.
Tiga puluh menit kami menempuh perjalanan dari sekolah, akhirnya sampai di mall tepatnya ketika matahari udah mau tenggelam dan berganti jaga dengan bulan. Kubuka pintu mobil dan ku sampirkan tasku di bahu kiriku. Kami mulai masuk mall dan mulai melihat apa saja yang ada di mall tersebut.
Akhirnya, tante Dyah mengajakku ke sebuah toko shopping baju fashion untuk pria & wanita. Aku tak bisa menolak, karena tujuanku ke sini hanya untuk menemani tante  Dyah belanja saja.
Sesampainya di toko yang di tuju, tanteku sibuk memilih berbagai baju dan mencobanya satu per satu. Karena kesal, akhirnya aku membuka HP androidku dan mengotak atik apakah ada sms atau inbox atau mention dari siapa saja. Ku nyalakan hp android milikku dan ternyata ada sms dari orang asing, karena aku belum pernah mengetahui nomor itu sebelumnya.
“Siang shilla.” Sms dari orang yang sangat asing menurutku. “Siang juga, ini siapa ya?” Balasku lewat sms dengan penuh pertanyaan.
“Ini aku, Riski, maaf tidak memberitahumu sebelumnya. Hehe~” Ungkap seseorang melalui sms.
“Ouw~ gak apa – apa kok, tenang aja.” Balasku dengan perasaan senang seakan – akan terbang tujuh lapisan langit ditemani dengan Riski, pujaan hatiku.
Sambil menunggu tanteku memilih baju yang diinginkannya, aku saling bermain sms dengan Riski. Ku intip handphone android milikku setiap saat. Bahkan dalam satu menit handphone ku sudah ku intip kurang lebih 10 kali. Sampai – sampai aku tertawa sendiri karena sms lawakan dari Riski. Terima kasih tuhan, aku sangat bahagia hari ini, hari ini akan selalu aku ingat.
Tak berapa lama setelah aku smsan dengan Riski. Tanteku selesai memilih baju dan membelinya. Ia menghampiriku dan mengajakku makan. “Shilla, makan yuk, tante laper nih.” Ajak tanteku dengan wajah dan suara yang manja. Aku memang gak suka dengan sikap tanteku yang satu ini, membosankan.
“Iya deh, yuk.” Jawabku cuek. Aku mau menerima tawaran tanteku itu karena aku ingin segera pergi dari tempat shopping ini dan karena aku memang sudah lapar. Hehe
Setelah berkeliling karena bingung mau makan apa, akhirnya kami memutuskan untuk makan di rumah makan fried chickhen. Tanpa basa – basi kami pun segera masuk. Tanteku memesan 2 makanan sedangkan aku duduk di tempat makan sambil menunggu pesanan itu datang. Karena bosan menunggu, akhirnya aku membuka handphone dan melihat apakah ada sms di dalamnya atau tidak.
Entah kenapa, semenjak aku smsan dengan Riski. Perasaan ini menjadi berubah. Hatiku serasa selalu ingin tersenyum dan tak ingin melupakan kejadian itu. Perasaanku yang dulu selalu penuh dengan harapan dan keinginan yang kebanyakan untuk Riski Kurniawan, kini sedikit demi sedikit keinginan itu mulai menepis. Pikiranku kembali mengingat saat – saat ketika aku bersama dengan Riski. Mulai dari pertama kali bertemu, saat – saat aku membenci dia karena menurutku dia itu sangat menjijikkan, sampai saat ini.
Sudahlah Shilla, untuk apa kau memikirkannya, dia itu sms mungkin karena gak ada temen doank. Hatimu itu mulai tak normal kembali setelah sekian lama kau berusaha untuk melupakan sosok Riski dan sekarang kau kembali menyukainya. Kau tak mau kan dibuatnya sakit hati? Lupakan Shilla, lupakan!
Tak sadar kalau aku telah lama melamun. Sampai – sampai tanteku sendiri khawatir sendiri dengan keadaanku yang wajahnya tadi memerah dengan tiba – tiba padam begitu saja. Karena bingung harus bagaimana, akhirnya tanteku menyadarkanku dengan memanggilku dengan suara tepat di telingaku. Aku pun langsung celingak – celinguk gaje tak tau harus bagaimana. Tanteku hanya tertawa geli dengan sikapku yang aneh, aish menyebalkan.
***
Ku habiskan malam mingguku ini untuk melihat drama korea yang judulnya Dream High 2 sambil makan popcorn, cemilan favorit ketika nonton film / drama.  Saat tengah menonton, aku kembali teringat masa laluku dengan Riski. Masa lalu yang akan membuat hati ini menjadi semakin terluka bila selalu mengingatnya. Otakku mulai tidak bisa konsen, keringat dingin mulai bercucuran, dan yang paling aku tidak suka yaitu air mataku jatuh begitu saja tanpa izin kepada mata terlebih dahulu. Dengan cepat, air mata langsung berebut tempat untuk keluar dan terjun bebas.
Aku semakin tak bisa kendalikan diri ketika kenapa sampai sekarang Riski gak peka kalau aku selama ini menyukainya. Hampir semua kode sudah aku tebarkan, tetapi dia masih tetap saja cuek dan seakan – akan tidak tahu apa – apa. Dia bahkan hanya menganggapku sebagai sebatas teman. Akhir – akhir ini, kami jarang sekali menghabiskan waktu bersama, walaupun hanya goes aja jarang.
Semakin aku mengingatnya, air mata semakin menjadi – jadi. Air mata ini saling berebut tempat untuk keluar dari kedua mata ini. Badanku langsung lemas, nafasku semakin sesak. Pikiran pun semakin tak bisa dikendalikan. Kupeluk erat – erat boneka doraemon yang super duper besar. Mengapa cinta bisa se sakit ini. Apa salahku sehingga aku merasakan cinta yang berakhir dengan kejadian yang ironis. Sungguh, aku sudah tak sanggup lagi. Mungkin sudah saatnya untuk mencari pengganti selain Riski. Bukankah di dunia ini masih ada banyak laki – laki.
Selesai menonton drama, kumatikan televisi dan aku masuk kamar dengan boneka doraemon yang baru saja kupeluk. Kubuka pintu kamar, begitu gelap gulita tiada cahaya sedikitpun. Ku nyalakan lampu yang berada di sudut kanan kamar. Ku letakkan boneka itu di kasur, ku lihat diriku di depan cermin. Seketika aku marah dengan diriku sendiri ketika aku melihat wajahku di depan cermin. Malam ini merupakan malam yang buruk, sangat buruk.
Ku tarik selimut berwarna biru langit milikku sampai sebatas dada. Ku pandang sekeliling kamarku, seperti biasa, berantakan karena frustasi. Frustasi hanya karena seseorang yang sangat kusukai namun entah dengan orang itu. Ku matikan lampu yang berada di meja di sebelah kiri ranjangku.  Lampu mini dengan corak bunga berwarna biru. Semoga aku dapat melupakanmu ketika mataku terbuka kembali di hari esok.
***
Ku buka kelopak mataku secara perlahan, mesti mataku ini masih ingin menutup kelopak matanya. Ku lihat pemandangan di sekitar kamar, lukisan gadis dengan memakai payung. Sendiri, tak ada siapapun, jalanan yang berwarna abu – abu, kepala menunduk kebawah dan pohon – pohon yang ikut layu seakan – akan menghormati perasaan gadis itu. Ku dorong selimutku dan bangkit dari ranjang tidurku pelan – pelan. Tak mungkin aku langsung berlari, keadaan kamar juga masih berantakan kaya gini.
Ku buka jendela yang ada tak jauh dari kamar biruku. Ku kucekkan kedua mataku dan ku rentangkan kedua lenganku sepanjang yang aku bisa. Ku pandang pemandangan luar, terlihat taman yang hijau lekat dan bunga – bunga yang mulai bermekaran. Ku hirup udara segar pagi ini. Udara yang masih segar yang belum ternoda oleh asap. Hari minggu ini begitu indah, tak seperti hari minggu yang sebelumnya yang di penuhi kesedihan dan memori masa lalu. Terima kasih tuhan atas berkatmu hari ini.
Ku rapikan kamarku dengan cepat. Ku letakkan kembali barang – barang yang berserakan kembali ke tempat semula.  “Selesai, waktunya makan.” Kataku dengan wajah riang.
Hari ini keluargaku pergi ke luar kota, mereka memang sengaja tidak mengajakku karena aku sendiri juga lagi ingin sendiri di rumah. Kupakai celana putih pendek selutut dengan kaos lengan pendek berwarna biru. Ku kucirkan rambutku dengan asal – asalan karena masih malas. Ku basuh mukaku dengan air bersih dan pembersih muka. Selesai mencuci muka, aku turun dari lantai dua dan pergi ke ruang makan untuk segera makan.
Ku ambil dua helai roti dan beberapa selai kacang yang ada di dalam kulkas. Kududuki kursi yang berada di depan televisi. Ku renggangkan tanganku ke atas dan mengambil remote control. Ku nyalakan televisi berukuran 32 inch yang sudah ada di depan mata dan tidak sengaja aku melihat sekaligus mendengar beraking news tentang SS5 yang akan di adakan di Indonesia bulan Juni ini. Hatiku sangat gembira dan air mata kebahagiaan itu jatuh dengan bebasnya. Sungguh aku merasa menjadi orang yang paling bahagia di dunia ini setelah mendengar berita tentang SS5 yang akan di adakan di Indonesia.
Ku pandang terus televisi itu bahkan tanpa kedip sedikitpun.  Aku sampai tak sadar kalau aku sudah merasakan hal yang begitu tak terduga karena Super Junior bisa datang lagi ke Indonesia. Tetapi di sisi lain, aku tak memiliki biaya untuk menonton untuk bidang VIP, paling – paling bronze aja udah untung banget. Cuma bisa berharap kalau ada tiket gratis untukku atau menang kuis tiket SS5 aja.
***
Karena bosan dirumah, kuputuskan untuk pergi ke sebuah mall hanya untuk sekedar main game, makan dan shopping. Ku pakai kaos lengan pendek warna putih campur biru dan celana jeans biru pendek se paha. Tak lupa ku bawa tas mini rilakkuma milikku dan dompet hitam favorit yang kebetulan masih tebal isinya.
Selangkah demi selangkah aku pergi menuju ke bagasi untuk mengambil mobil mini berwarna biru tua mengkilat. Ku buka pintu mobil dan tanpa basa – basi pantatku langsung ku letakkan pada kursi mobil. Ku hidupkan mesin dengan perlahan. Tak lupa mengecek apakah mobil dalam keadaan bersih dan apakah bensinnya masih ada. Mobil bersih dan bensinnya masih full. Tanpa berfikir panjang, aku langsung fokus pada setir mobil dan memulai perjalanan yang menyenangkan ini.
Ku putar music player mobilku dengan lagu Kpop yang agak nge-beat. Ku dengarkan lagu itu, kebetulan lagunya milik Girls Generation yang judulnya I Got A Boy. “Bisakah aku melewati hari ini dengan hati yang bahagia?” Tanyaku dengan wajah polos dan tertawa kecil. Sampai – sampai tak sadar kalau aku sudah sampai ke tempat yang kutuju.
***
Aku berjalan – jalan mengitari mall. Aku juga tidak mengerti sebenarnya aku ke sini untuk membeli apa, cuma makan dan main games saja. Tiba – tiba mataku langsung tertuju pada sebuah gitar berwarna putih dan bercampur sedikit dengan hitam. Dengan rasa keinginanku yang tinggi, langsung ku datangi toko itu untuk langsung membeli gitar tersebut.
Ketika tanganku hamper meraih gitar itu, tiba – tiba saja gitar yang sangat ku inginkan diambil oleh seorang cowok yang agak tinggi dan sepertinya umurnya lebih tua daripada aku. Dengan muka kesal, tak segan aku memarahinya hingga terjadilah perdebatan.
“Hei, sini kembali’in gitarnya.” Ancamku yang kemudian mengambil gitar tersebut tetapi gagal.
“Apa? Mau ngambil gitar? Ambil kalau bisa.” Jawab cowok itu dengan mengangkat gitar itu ke atas sambil menjulurkan lidahnya.
“Ih~ sini gitarnya, gue lakuin apa aja deh asal gitar itu buat gue.” Pintaku dengan mata yang berbinar dan berusaha  mengambil gitar yang ada di tangan cowok itu.
“Benar? Ntar bo’ong lagi. Gak mau.” Ungkap cowok itu dengan nada setengah tidak percaya.
“Aku gak bo’ong kok, sini cepet gitarnya, ntar gue turutin permintaan loe.” Pintaku yang semakin memelas berharap cara ini akan berhasil.
“Ok, kalo gitu gue mau elo traktirin gue makan dan nemenin gue nonton bioskop, bisa gak?”
“Ok, gue sanggupin permintaan loe.”
Akhirnya cowok itu mengembalikan gitar berwarna putih bercampur dengan hitam kemudian kami bersama – sama menuju ke kasir. Akhirnya bisa juga dapat gitar itu meskipun harus melewati perjuangan yang sangat sulit. Bertemu dengan cowok yang sangat sial ini. Aish, cowok itu memang sangat menyebalkan!!!
“Eits, mau kemana?” Kata cowok tadi sambil memegang tangan kiriku yang hendak pergi.
“Hehe... enggak kemana – mana kok, yuk jalan.” Jawabku dengan nada sungkan.
Ku habiskan waktu siang ini untuk jalan dengan cowok yang tadi berdebat denganku yang belum ku ketahui namanya. Kami berjalan mengelilingi mall tepatnya di lantai tiga. Kami berhenti di depan salah satu tempat makan higienis yang pasti aku hampiri kalau aku pergi ke mall ini. Ku Tanya cowok itu sambil menurunkan gitar sebentar.
“Kita makan sini yuk.” Ucapku dengan menunjuk tempat makan higienis.
“Ok, kalo itu mau loe.” Jawabnya dengan nada riang dan menyetujui keinginanku.
***
“Eh, nama loe siapa?” Tanya cowok itu sambil menyuap sesendok pasta ke mulutnya.
“Kenalin, nama gue Shilla.” Jawabku sambil merentangkan tanganku ke cowok itu.
“Kenalin juga, nama gue Dicky.” Lalu membalas jabatanku dan memegang tanganku dengan erat.
“Salam kenal ya.” Ucapku dan berusaha melepaskan tanganku dari jabatan itu.
“Iya.” Balasnya kemudian melanjutkan makan.
Kami makan dengan penuh canda dan tawa. Dicky ternyata orangnya baik dan ramah meskipun sikap awalnya yang menyebalkan. Kami saling membicaran tentang berbagai hal. Selesai makan, aku pun membayar makan ke kasir sekalian makanan milik Dicky. Aku sangat senang berkenalan dengan Dicky hari ini.
Kami pun berjalan dengan saling bergandengan, seperti sepasang sahabat yang sudah bertahun – tahun lamanya. Belum sampai di bioskop, Dicky memberhentikanku dengan seenaknya di depan tangga dekat bioskop.
“Kok berhenti disini, katanya mau ke bioskop?” tanyaku penasaran.
“Kita tukar nomor hp yuk.” Ajaknya dengan memelas.
“Mau buat apa sih?”
“Ya loe itu cewek yang beda daripada cewek yang gue kenal sebelumnya.”
“Beda gimana? Beda fisik?” tanyaku semakin penasaran.
“Ya pokoknya beda, boleh ya?”
“Ya udah, boleh.” Ucapku yang kemudian mengambil hp Dicky dan menuliskan nomor hp ku.
Dicky pun mengambil hp ku dan kemudian menuliskan nomor hpnya. Akhirnya kami jalan kembali sambil menikmati betapa ramainya mall hari ini.
***
Malam ini begitu dingin, sepi, dan tak seperti biasanya. Kak adi yang menyebalkan tetapi sangat perhatian kepada adik – adiknya, adik kecil yang nakal. Rumah ini begitu sepi ketika seluruh orang di rumah ini pergi kecuali aku. Kupandangi sekitar ruang keluarga yang biasannya dijadikan tempat untuk berkumpul dan berbagi satu sama lain. Canda, sedih, senang semuanya ada. Tak terkecuali, tak hanya aku saja yang suka curhat, tetapi mamah, papah, adik, dan kak adi. Kami semuanya selalu share jika ada masalah. Aku sangat merindukan masa – masa itu, cepatlah pulang!
Karena kesepian, akhirnya aku memutuskan untuk mengirim sms ke Dicky hanya untuk mengucapkan hay dan sedang apa. Sambil menunggu balasan sms darinya, aku memutuskan untuk mendengarkan lagu dari I-Pod ku yang ada di saku celana selutut berwarna hitam yang sedang kupakai. Tak berapa lama setelah aku sms, Dicky pun akhirnya membalas smsku.
“Hay juga, lagi nonton tv aja, loe lagi ngapain?” Tanyanya dalam sms
“Lagi dengerin music aja, kesepian nih gue.” Balasku
“Lah, kesepian kenapa? Ditinggal keluarga pergi ye?”
“Iya, sepi deh pokoknya.”
                “Kasian...”
                Tak sadar hampir tiga jam aku menghabiskan waktuku hanya untuk smsan dengan Dicky. Belum lama kami berkenalan, kami seperti sahabat lama yang selalu bertemu. Bahkan setiap orang yang bertemu kami, mereka selalu mengira bahwa kami adalah sepasang kekasih yang sangat serasi. Mukaku selalu cemberut ketika ada orang yang mengatakan bahwa kami adalah sepasang kekasih dan Dicky malah tersenyum kemudian tertawa evil kepadaku. Satu lagi, dia itu orang yang paling suka memunculkan wajah sok imutnya itu. Aish, orang itu sangat menyebalkan, awas nanti kalau ketemu.
                Mata ini semakin tidak bisa diajak kompromi lagi. Padahal aku sangat belum ingin tidur. Aku masih ingin melanjutkan smsan dengan Dicky. Pikiran pun mulai tak jernih kembali ketika kantuk sudah semakin menjadi – jadi. Dengan sangat terpaksa, akhirnya aku pun bangkit dari sofa dan berjalan menuju kamar mandi untuk cuci muka.
                Ku ambil milk cleanser rasa lemon kuning dan ku basuhkan dengan pelan – pelan. Ku bersihkan milk cleanser itu dengan air dingin. Serasa berada di pegunungan ketika menyentuh air dingin itu, jernih dan sejuk itulah keistimewaan air yang paling aku suka. Ku keringkan wajahku menggunakan handuk mini berwarna putih pemberian dari sahabatku waktu ulang tahunku yang ke 14 tahun.  Ku pandangi diriku dengan cermin besar yang berada tak jauh dari tempat untuk mencuci muka. Ternyata aku ini cantik juga ketika selesai mencuci muka, serasa menjadi Shilla yang baru yang tak pernah mengeluh dan selalu berusaha.
                Aku bangga dengan Shilla yang sekarang, yang selalu ceria dan memiliki teman yang sangat setia dan mau menerima apa adanya serta selalu bersama dalam keadaan apapun. Sedih dan senang semuanya, siapa lagi kalau tidak cowok yang sedikit cool bernama Dicky itu. Hampir setiap hari kami menghabiskan waktu bersama, bahkan ia selalu mengantar dan menjemputku. Tanpa disuruhpun dia akan datang dengan sendirinya. Dia mau mendengarkan curhatanku tentang Ricky yang sampai sekarang ini gak peka kalau sebenarnya aku ini suka dengannya.
                Ku buka pintu kamarku yang berukuran sedang dan berwarna serba biru. Ku naiki ranjang tidurku dank u rebahkan tubuhku di ranjang dengan seprai corak doraemon dan berwarna biru putih. Ku tarik selimutku sampai sebatas dada. Satu kebiasaan rutin yang tidak bisa ditinggal, menyalakan musik sebelum tidur, kuputar lagu sistar loving u. Lagu itu pas banget buat aku saat ini, karena akhir – akhir ini kurasa aku mulai jatuh cinta dengan Dicky, bahkan aku menganggapnya lebih dari sekedar teman biasa. Lebih dari teman, itu yang aku rasakan ketika aku berada di dekatnya aku selalu gugup dan terkadang salah tingkah sendiri. Hei tunggu, aku ini benci dengannya, aku tak menyukainya, mengapa jadi aku yang selalu memikirkan cowok bodoh itu?
                Selesai memutar lagu tersebut, ku matikan lampu yang ada di meja sebelah ranjangku. Ku tutup kedua kelopak mataku secara perlahan. Hari ini aku begitu senang, sangat senang. Terima kasih tuhan atas karuniaMu hari ini. “Selamat malam dunia, mimpi indah cowok bodoh.”
***
                Matahari mulai muncul dari timur secara perlahan, ku buka kelopak mataku secara paksa karena jika tidak, aku akan terus tertidur hingga siang nanti. Ku bangkitkan tubuhku dari ranjang dan membuka hp android kesayangan apakah ada sms atau tidak. Dan ternyata ada sms, tak lain dari teman priaku yang selalu sok imut, Dicky.
“Hei gadis pesek, 15 menit lagi aku akan datang ke rumahmu, jadi mandilah sana!!” Tulisnya dalam sms.
“Cowok itu, sepertinya tidak ada hari jika tidak mengejekku dengan sebutan gadis pesek.” Gerutuku karena kesal selalu di bilang pesek.
Kebetulan ini hari sabtu, jadi hari ini aku memakai baju batik dengan motif kawung dan berwarna coklat. Ku ambil baju batik sekolah dan rok coklat yang ada di dalam almari. Kaki mulai berjalan tahapan demi tahapan menuju ke kamar mandi. “Pokoknya kali ini mandinya gak boleh lama, cowok bodoh itu akan menjemputku.” Ucapku yang tak lama akhirnya mandi.
Ku tutup pintu kamar sebelum turun dari tangga. Ku turuni tangga satu demi satu dengan lebih cepat dari biasanya. Setelah turun, ku ambil sandwich selai blueberry yang ada di dalam kulkas. Ku habiskan sandwichku dengan sedikit lebih cepat dan meminum jus jeruk yang sudah tersedia di meja. Ketika sandwichku hampir habis, tiba – tiba ada seorang pria yang ada di hadapanku. Ku angkat kepalaku pelan – pelan dan kupandang orang itu apakah aku mengenalnya atau tidak. Dan ternyata benar, pria yang ada di depanku sekarang adalah Dicky, dengan pedenya ia menunjukkan muka imutnya kepadaku. Tak segan aku langsung menceramahinya karena telah masuk ke rumah orang tanpa sepengetahuan pemiliknya.
“Siapa yang nyuruh loe masuk ke rumah ini? Tanpa pamit lagi, kalau sampai ada barang yang ilang gimana? Mau tanggung jawab?” rewelku panjang lebar.
“Sudahlah gadis pesek, gak usah pasang wajah begitu kenapa? Kan gue udah bilang mau jemput loe.” Jawabnya dengan nada menggoda.
“Tapi gak gini juga caranya.” Ucapku dengan menyuap gigitan sandwichku yang terakhir.
“Sudah siap belum? Ayo berangkat.” Suruhnya yang kemudian berjalan mendahuluiku menuju ke mobilnya.
Aku hanya bisa berjalan membelakanginya. Hatiku sangat senang dan seakan – akan terbang dengan sendirinya karena di jemput oleh pria yang sangat aku sayang. Ia berhenti secara mendadak di depan pintu utama rumahku, kemmudian tangan kanannya langsung memegang tangan kiriku dengan erat. Sungguh, aku belum merasakan ini sebelumnya, tanganku di pegang oleh seorang pria. Sikap salah tingkah pun langsung tumbuh, aku hanya bisa menggaruk kepalaku yang tak gatal kemudian berjalan bersama sampai ke mobil Dicky dengan berpegangan tangan.
Sampai di mobil, ia langsung membukakan pintu mobil yang akan aku tumpangi. Aku serasa diperlalukan seperti seorang putri. “Ayo gadis pesek, masuklah.” Senyumnya yang sangat manis itu menghipnotis pikiranku dan tanpa basa – basi aku langsung duduk di kursi depan tepatnya sebelahnya Dicky. Kupasang sit belt agar aman selama perjalan. Dicky langsung fokus pada setir mobilnya dan mulai menjalankan mobilnya menjauh dari rumahku. Kupandangi wajahnya yang nampaknya sedang berseri – seri pagi ini. Dengan sangat penasaran, ku tanya Dicky yang sedang fokus dengan mobilnya.
“Pagi – pagi udah seneng aja, dapet pacar baru ya?” tanyaku dengan nada menggoda. Semoga saja dia belum mempunyai pacar, karena itu hanya akan membuat hati ini terluka.
“Enggak kok, sok tau loe.” Bantahnya secara mentah – mentah. “Kalau gue punya pacar,nanti loe cemburu lagi.” Balasnya kemudian menatap wajahku dan langsung tertawa geli melihatku.
“Dasar cowok bodoh!”  Ejekku sambil menjulurkan lidahku di hadapannya.
***
“Hei gadis pesek, sana belajar, jangan fokus sama cowok lain.” Ucap Dicky dengan muka yang sangat serius dari biasanya.
“Kenapa? Cemburu ya?” Tanyaku dengan penuh teka – teki.
“Hahaha gadis pesek kejebak.” Jawabnya dengan tertawa geli melihat mukaku yang sangat penasaran.
“Sudah sana pergi ke kelas, ganggu aja.” Usirku yang kemudian mendorongnya untuk segera menuju ke kelasnya.
Belakangan ini cowok itu selalu memberikan perhatiannya kepadaku. Bahkan dia pernah cemburu ketika aku ceritakan kedekatanku dengan cowok lain meskipun bercanda. Hampir setiap hari dia menelponku dan menanyakan kabarku. Jika aku sakit, pasti dia akan sangat protektif dan selalu menceramahiku agar tak makan sembarangan. Dia selalu memperhatikanku dan sepertinya dia mulai menyukaiku. Dari pertemuan yang tidak mengenakkan ternyata membuat hubungan kami semakin dekat.
Bayanganku hari – hari belakangan ini hanyalah Dicky dan Dicky. Selalu saja dia yang muncul di pikiranku. Hari – hariku menjadi semakin cerah ketika aku sedang bersamanya. Dia selalu peduli denganku, bahkan aku tak mengerti kenapa perasaan ini muncul dengan sendirinya. Senyumya yang sangat manis dan suaranya yang sangat merdu membuatku semakin tergila – gila dengannya. Tetapi aku bingung, apakah dia memiliki perasaan yang sama?
***
Bel istirahat pun berbunyi. Anak – anak dengan segera keluar dari kelas dan berbondong – bondong menuju ke markas besar mereka yaitu kantin. Ku tata buku – buku yang berserakan di meja belajarku di sekolah dank u masukkan buku tersebutke dalam tas. “Huft, hari ini begitu melelahkan.” Desahku ketika bangkit dari kursi. Teman akrabku Rina, Devi, dan Nindy mereka meninggalkanku karena mereka bertiga masih ada misi penting yang belum terpecahkan. Aku hanya bisa gadek – gedek saja.
Langkah demi langkah aku berjalan menuju ke kantin sendirian tidak seperti biasanya selalu ditemani oleh 3 teman yang paling dekat denganku yaitu Rina, Devi, dan Nindy.  Ketika ada di depan kelas, tiba – tiba ada seseorang yang sepertinya sengaja menutup mataku dari belakang. Dengan penasaran, kucoba untuk menanyakan siapa yang menutup kedua mataku.
“Hei, ini siapa? Lepasin gak!” pintaku dengan paksa.
“Coba siapa?” jawabnya dengan suara tertawa kecil.
“Kalau gak mau ngaku, gue sendiri nih yang buka.” Paksaku dengan meraba tangan yang sedang menutupi kedua mataku.
“Buka aja.” Balasnya
Ku raba tangan yang sedang menutup kedua kelopak mataku. Ku lepaskan tangan orang itu secara perlahan dan aku mulai menengok ke belakang. Ternyata orang itu adalah laki – laki yang tak lain adalah cowok bodoh alias Dicky. Ku munculkan wajah kesalku dan ia malah tertawa geli melihatnya. Aku sungguh bosan dengan cowok yang satu ini, sukanya usil. Awas aja nanti akan aku balas.
Belum sampai aku berbicara, ia langsung merangkulku dan menuntunku untuk berjalan menyusuri kantin. Aku tak bisa membantah, aku semakin gugup ketika orang yang dekat denganku dengan tiba – tiba merangkulku seperti ini. Aku hanya bisa diam dan mengikutinya berjalan dan berusaha berada disampingnya. Perasaanku semakin tak menentu. Jantungku bekerja tiga kali lebih cepat dari biasanya. Nafasku mulai tak beraturan, ku hembuskan nafasku secara teratur agar ia tak tahu kalau aku ini lagi mengalami penyakit salah tingah.
“Jika setiap bersamanya aku selalu salah tingkah, apakah aku menyukainya? Inikah yang dimaksud dengan cinta? Apakah aku telah mengalami Fall In Love?” Tanyaku di dalam hati.
Sampai di kantin, aku hanya bisa tengok kanan kiri karena bingung mau makan apa. Sama dengan Dicky, dia juga hanya bisa melongo entah mau makan. Setelah lama berfikir, akhirnya dengan nada tinggi penuh ceria dia mengagetkanku dan mengajakku untuk makan mie ayam yang letaknya tak jauh dari tempat kami berada.
“Gadis pesek, kita makan mie ayam aja yuk.” Ajaknya sambil memunculkan wajah imutnya.
“Ehm...” jawabku dengan penuh pertimbangan.
“Apalagi? Ayo cepet, dasar gadis pesek.” Pintanya dan tanpa sadar dia menggenggam tangan kiriku dan langsung mengajakku berlari menuju ke warung mie ayam.
***
Selesai makan Dicky mengajakku ke taman yang letaknya tepat di tengah sekolah. Entah karena apa dia mengajakku kesini, yang pasti Dicky yang sekarang lebih serius disbanding Dicky yang biasanya penuh dengan canda dan selalu mengejekku. Pikiranku semakin tak menentu. Bingung, gundah, resah semuanya menjadi satu. Aku penasaran akan sikapnya kali ini, hatiku sangat tak karuan. Nafasku kembali mulai tak beraturan. Tenanglah Shilla, tidak aka nada kejadian buruk denganmu, semua akan baik – baik saja kok, percayalah.
Dia mengajakku duduk di kursi kayu di bawah pohon yang rindang. Wajahnya semakin gugup dan pipinya mulai memerah seperti kepiting rebus. Wajahnya itu semakin lucu ketika ia hanya bisa diam seakan – akan dia sedang malu. Ku kagetkan dia karena dari tadi ia hanya diam dengan wajah yang semakin memerah. Dengan suara khas yang kumiliki, ku kagetkan temanku itu dengan membisikkan kata lembut tepat di telinganya.
“Loe mau ngajak gue kesini sebenarnya ada apa?” bisikku kemudian ku alihkan mukaku ke pemandangan yang ada di sekitar taman
Dia tetap diam, dan tak berapa lama akhirnya ia membalas pertanyaanku. “Hmm... nanti malam loe ada acara gak?” tanyanya dengan nada malu – malu.
“Sepertinya nggak tuh.” Jawabku dengan penuh senyum yang mengembang.
“Ok, nanti malam gue datang ke rumah loe ya?” tanyanya
“Ok, gue tunggu.” Anggukku dengan wajah ceria.
Akhirnya kami berdua hanya bisa memandang pemandangan di sekitar taman dan menghirup nafas dengan penuh keceriaan. Tak terasa kami berdua saling berpegangan tangan. Semakin hari hubungan pertemananku dengan Dicky semakin dekat, sepertinya lebih cocok jika kami menjadi sepasang sahabat apalagi sepasang kekasih. Rasa kebencianku semakin terkikis semenjak hubunganku dengannya semakin dekat. Bahkan orang – orang mengira kalau kami adalah sepasang kekasih dan kami sangat serasi.
“Hei, masuk ke kelas dulu yuk.” Ajaknya yang tiba – tiba mengagetkanku.
“Eh, iya ayuk.” Jawabku dengan anggukan setuju.
“Gantian kamu yang nganterin ke kelas aku ya?” Pintanya yang tak lupa disertai dengan wajah imutnya yang sangat aku suka.
“Iya iya.” Jawabku yang kemudian bangkit dari kursi kayu dan berjalan menuju kelas 11C tempat dimana Dicky belajar.
***
Mala mini adalah malam yang istimewa bagiku. Bagaimana tidak, cowok yang sekarang mulai aku sukai itu akan menjemputku untuk mengajakku entah kemana. Aku tak peduli akan jalan kemana, yang penting bersama Dicky walaupun ke tempat yang mungkin tidak aku sukai. Ku coba baju satu per satu yang ada di lemari, hampir semua pakaian tidak cocok. Aku hanya bisa menggaruk kepalaku yang tidak gatal dan terus berfikir adakah pakaian yang cocok untukku malam ini. Hanya ada satu lagi pakaian dengan panjang tiga perempat dan tanpa lengan berwarna putih dan celana jeans pendek kurang dari selutut. Kucoba pakaian itu dan aku mulai berkaca di meja rias pribadiku. Aku sangat cocok menggunakan baju itu. Aku mulai duduk di meja rias dan mendandani diriku secantik mungkin tetapi tidak terlalu menor. Ku ikat rambutku dengan gaya ikat setengah dengan poni menyamping. Ku ambil tas England miniku dank u tenggerkan tas itu di pundak sebelah kananku. Spesial untuk mala mini, aku tampil seperti biasanya, memakai sepatu olahraga adidas putih dengan peret biru.
“Semoga dia menyukai penampilanku mala mini, karena aku ingin melihat mukanya terpukau dengan penampilanku yang seperti ini.” Ucapku sambil berkaca.
Ku turuni tangga langkah demi langkah dengan tersenyum yang memenuhi diriku malam ini. Aku tidak tahu mala mini aku begitu senang ketika akan jalan dengannya. Bahkan aku lebih senang berjalan dengannya dibanding dengan aktor pemain sinetron ftv favoritku. Bayangannya tak berhenti memutari pikiranku. Terkadang aku tersenyum dan tertawa sendiri ketika mengingat kejadian kebodohannya kepadaku. Ia itu sangat manis, bahkan senyumannya selalu membuatku tergoda. Nyanyiannya, membuatku selalu ingin mendengarkan suaranya. Sepertinya aku mulai jatuh cinta kepadanya.
Ku tutup pintu utama rumah dan duduk di kursi yang tak jauh dari pintu rumah menunggu kedatangan Dicky. Sebenarnya hal yang paling aku bosan itu adalah menunggu, karena itu adalah bukan kebiasaan secara pribadi. Ku ambil gadget milikku dan mulai ku otak atik di dalamnya. Ku buka akun twitterku untuk melihat apakah ada mention darinya, tetapi hasilnya nihil, malahan ada mention dari cowok yang sukanya cari perhatian dan cari waktu kepadaku. Ku putuskan untuk main game yang ada di gadget karena twitterku tak ada mention satupun dari Dicky. Hampir 30 menit aku menunggu di depan rumah, akhirnya mobil pribadinya pun datang dengan lampu kuning di mobilnya yang sangat menyilau. Sudah lama menunggu, gak tepat waktu lagi, awas nanti.
Ia turun dari mobil dengan menggunakan kemeja putih dengan celana jeans hitamnya. Malam ini dia begitu berbeda dari biasanya, ia terlihat lebih cool dan kece pastinya. Hatiku terasa meleleh melihat penampilannya yang sangat memukau. Mataku berkedip – kedip seakan tak percaya kalau dia berpenampilan sangat special malam ini, lebih dan sangat lebih dari biasanya. Saatnya aku bilang wow untuk penampilannya. Satu lagi, gaya rambutnya kini juga berubah drastis, dia sepertinya menggunakan gel rambut untuk malam ini. Semuanya serba berbeda, aku sangat menyukai penampilannya kali ini.
Aku mendekatinya dengan hati yang gembira. Deg – deg an pun semakin menjadi jadi. Kumantapkan diriku untuk mendekatinya lebih dekat. Kali ini niatku akan menceramahinya karena telah membuatku menunggu dengan waktu yang sangat lama. Sampai – sampai dandanku hampir kalah keren dengannya. Tetapi, belum sampai mulutku berbicara, tiba – tiba dia sudah mendekatkan jari telunjuknya ke bibirku pertanda aku harus diam. Aku hampir mati beku karena baru kali ini aku mengalami hal ini. Ku lepaskan tangannya dari bibirku dan aku mulai masuk mobilnya tanpa bicara dengannya sepatah kata pun.
“Loe mau ngajak gue kemana sih?” tanyaku dengan wajah penuh pertanyaan.
“Nanti loe juga tau sendiri.” Jawabnya dengan penuh tersenyum.
“Jadi sekarang main rahasiaan nih sama gue?” balasku agar dia terjebak dalam pertanyaanku yang satu ini.
“Gak gitu, udah ikut aja.” Ucapnya tanpa menolehkan mukanya kepadaku dan hanya fokus ke mobilnya dan mengemudikannya meninggalkan halaman rumahku.
“Ya udah.” Jawabku dengan cuek dan muka cemberut.
***